JANDA
bisa saja adalah ANDA
dengan J
yang kemudian muncul didepannya. J
yang bisa berarti JATUH
nya talak atau gugatan dari pasangan anda yang datangnya direncanakan ataupun tiba - tiba, atau J
yang juga bisa berarti JATUH
temponya masa hidup pasangan anda di dunia, dan harus meninggalkan anda selama - lamanya. JANDA
bisa saja 'J-and-A'
, JAWABAN
dan AKHIR
dari berbagai alibi dan alasan - alasan kenapa pasangan anda semakin jarang pulang ke rumah, lalu pergi begitu saja. JAWABAN
dan AKHIR
dari perjuangan untuk tetap hidup pasangan anda yang sakit - sakitan dan telah sekian lama berusaha kesana - kemari mencari jalan pengobatan.
•
JANDA
adalah ANDA
yang nantinya akan menghadapi J
didepan ANDA
. J
, yang bisa berarti JULUKAN
miring dan sasaran cemoohan tetangga dan rekan kerja. J
, yang bisa jagi; JERITAN
anak - anak yang menangis saat mengingat kembali salah satu orang tuanya meninggal dunia dan tinggal menyisakan satu orang tua saja. J
, yang bisa juga JERAT
rayuan dari Oom - Oom setengah baya yang sudah beristri lima atau Hidung Belang yang menginginkan 'kencan semalam' sebagai pemuas rasa kesepian. J
, yang berarti JAM - JAM
yang terasa tak pernah mencukupi dan terlalu cepat berjalan dengan semua tugas serta tanggung jawab keseharian untuk rumah tangga dan anak - anak anda.
•
JANDA
dan ANDA
hanyalah berbeda sedikit, sangatlah dekat malahan, tak akan terduga kapan waktunya J
'tersemat' di depan ANDA
Jadi kenapa kita suka melecehkan JANDA
, kenapa kita sering mencemooh JANDA
, kenapa kita harus merendahkan JANDA
, jika hidup ANDA
begitu mudahnya berubah menjadi JANDA
. Bisa jadi di belakang JANDA
yang anda lecehkan ada anak - anak yang menunggu sendirian dirumah tanpa dewasa menunggui mereka. Bisa jadi di dalam diri JANDA
ada 'orang terdzolimi' yang hamil 7 bulan saat ditinggal pergi pasangannya entah kemana. Dan di dalam diri JANDA
ada hak yang sama sebagai manusia untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera, untuk dirinya dan anak - anaknya.
Saat ini,
ANDA
mungkin hanya ANDA
, atau...
ANDA
mungkin sedang bermain GANDA
dengan pasangan anda.
Namun oleh suatu sebab yang tak terduga membuat J
muncul di depan ANDA
atau J
menggantikan G
di depan ANDA
, saat itulah anda akan paham, bahwa menjadi JANDA
itu adalah hal yang wajar dan biasa dalam hidup ini. Sedangkan yang luar biasa adalah perlakuan orang - orang di sekitar ANDA
yang selama ini melihat JANDA
sebagai sebuah obyek TJANDA TAWA
.
•
(Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk #SPINMOTION
dan Vemale Dotcom)
Vemale.com - Masihkah ingat 'When Harry Met Sally'? Film Hollywood yang dibuat di tahun 1989. Film romantis-komedi yang mengisahkan dua anak manusia dalam hubungan cinta yang diawali dengan komitmen pertemanan sejati dan untuk tidak melibatkan 'baper' atau bawa perasaan.
Terdapat satu kisah nyata yang pernah terjadi, yang jika diangkat sebagai judul film sepert film di atas, akan menjadi 'Saat Hari Bertemu Evi'. Film yang akan menceritakan satu kisah nyata dengan alur cerita berbeda dan latar belakang serta kondisi masing - masing pemerannyapun berbeda dari apa yang ada di dalam film. Namun ada beberapa 'pesan' yang sama di antara kedua cerita.
Hari, seorang laki - laki beristri sekaligus seorang ayah, salah satu executive officer di sebuah hotel berbintang di Jogja. Evi, perempuan bersuami dan beranak dua, karyawati biasa di hotel lain yang juga ada di Jogja. Bertemu di jalan, mereka kemudian sepakat menjalin pertemanan.
Seperti Harry dan Sally, Hari dan Evi pun sejak awal sepakat berkomitmen untuk tak 'baper' dalam menjalani hubungan pertemanannya. Namun apa mau dikata, cinta memang buta, demikian apa yang terjadi pada keduanya. Sharing tentang kondisi pasangan dan masalah dalam rumah tangga masing - masing, justru menjadi pupuk penyubur cinta mereka, sekaligus terbukanya jendela peluang bagi 'angin surga' untuk memasuki hati mereka. Sebenarnya dari awal sudah mereka hindari untuk terjadi dalam komitmen hubungan pertemanan yang kebetulan sama profesi. Tetapi, mata membuta, telinga menuli dengan prinsip baru terpasang 'Turuti kata hati, jangan kata orang lain'. Jadilah mereka menjalani hari - hari selanjutnya dalam janji - janji untuk suatu saat saling memiliki dan tuk sehidup semati, suatu hari nanti. Bagaimana detil rencananya? Hanya mereka yang tahu pasti.
Sayangnya mereka lupa bahwa tidak semua orang memiliki cara pandang yang sama dengan pola pikir mereka. Dan saat hubungan ini diketahui oleh semuanya, alur cerita menjadi berubah dan jauh dari apa yang diharapkan dan diimpi - impikan oleh mereka berdua. Apalagi saat hubungan merekapun diketahui oleh pasangan dan anak - anak mereka, yang sebenarnya adalah pihak yang paling menjadi bahan pertimbangan dan dasar berkomitmen setiap manusia untuk menjalani hidupnya maupun menjalin hubungan dengan siapapun di dunia.
Di mana mereka berdua? Bagaimana rumah tangga mereka masing - masing? Bagaimana kondisi anak - anak mereka setelah semua yang terjadi? Tak penting untuk dituliskan disini. Karena semua harus turut berproses dan beradaptasi, sebagai bagian dari akibat yang harus terjadi. Akibat dari semua yang sudah terjadi, yang hanya dapat dilihat pada keseharian mereka semua di hari - hari ini. Disaksikan dari masing - masing kehidupan dan kondisi tiap pelakon kisah, baik pemeran utama, pembantu maupun figuran dan juga penontonnya.
Namun tak berhenti sampai disini, karena hasil dari setiap tindakan pun masih akan ditambah dengan 'bunga', yakni resiko yang harus dihadapi, dijalani dan dipertanggungjawabkan hingga masa depan nanti. Karena berbeda dengan film, dalam hidup, sekali sebuah kisah dimulai, adegan - adegan selanjutnya akan muncul mengikuti tanpa skenario yang pasti. Dan berbeda dengan film, kisah nyata dalam kehidupan memiliki durasi dan endingnya sendiri, yang hanya akan diketahui di akhir jaman nanti.
Pesan dari kedua kisah di atas adalah; tak seorangpun tahu apa yang akan terjadi dan harus dihadapi pada saat 'baper' muncul setelah komitmen, apabila 'baper' dipilih menyingkirkan logika, bahkan norma. Maka berhati - hatilah saat menggunakan keduanya.
Dan Harry, Sally, Hari, serta Evi hanyalah sekedar nama. Apalah arti sebuah nama jika 'baper' telah melanda
Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang
untuk rubrik #Spinmotion
di Vemale Dotcom
Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion)
di http://spinmotion.org/
Vemale.com
-Sabtu, 18 Juni 2016 10:46 - Pernah dengar ' kepala diurut, kelapa diparut'
? Kalimat ini hanyalah satu contoh frase atau kalimat dari banyak contoh frase atau kalimat yang 'kebetulan' memiliki komposisi yang membuat lidah siapapun 'selip' lalu terpeleset saat berusaha menyebutkannya berulang - ulang secara cepat dan terus menerus. Biasanya disebut dengan syair, sajak atau pantun anak, karena diajarkan terutama kepada anak. Contoh kalimat seperti judul di atas, konon berkaitan dengan distorsi pada disambiguasi (proses mengidentifikasi arti kata dalam suatu kalimat) pada kalimat yang berisi kata - kata yang mirip bunyinya.
Pada masyarakat Jawa terdapat
'dlingo bengle'
(nama buah) atau
'taplak gupak glepung'
(taplak kena tepung). Di Sunda ada
'laleur mapay areuy'
(lalat terbang melintas rerumputan) dan di daerah - daerah lain di Indonesia pun pasti ada kalimat atau frase semacam itu. Biasanya kalimat atau sekumpulan frase semacam itu diperkenalkan kepada anak sejak kecil untuk sekedar permainan, bercanda dan sambil melatih lidah.
Anak - anaklah yang tak malu untuk terus mencoba permainan ini, walau teman - teman yang mendengarnya tertawa mendengar kata demi kata diucapkan dengan belepotan' saling tertukar dengan lucunya. Walau ternyata bukan hanya dominasi masyarakat di Indonesia, dalam masyarakat berbudaya tutur Bahasa Inggrispun ada kalimat pembuat keseleo lidah seperti contoh - contoh di atas. Bahkan dijadikan sebuah pantun yang terkenal, yang berbunyi:
Peter Piper picked a peck of pickled peppers,
A peck of pickled peppers Peter Piper picked,
If Peter Piper picked a peck of pickled peppers,
Where's the peck of pickled peppers Peter Piper picked?
Lebih jauh lagi, dan jika dikaitkan dengan momentum pengendalian diri di bulan Ramadhan, ada pesan mendalam yang bisa didapatkan dari uraian di atas. Mulut dan lidah sepatutnya memang dijaga saat berkata - kata. Dengan segala keterbatasan manusia, bisa saja apa yang telah diucapkan membuat yang lain menertawakannya. Namun bukan hanya tawa yang bisa diakibatkan oleh terucapkannya kata - kata dari mulut, melainkan kekecewaan, kesedihan, sakit hati bahkan perasaan terhina.
Oleh karena itu latihlah lidah dengan kata dan kalimat 'penjegal lidah' sebanyak - banyaknya. Latih dan perdengarkan kepada teman - teman anda karena akan membuat mereka terhibur dan tertawa. Setelah itu jagalah mulut sebaik - baiknya saat berkata - kata, karena salah satu tindakan yang tidak bisa di dibatalkan adalah terucapnya kata dari mulut manusia.
Dan ingatlah bahwa kepala dan kelapa tentulah berbeda, karena kelapa dicukur jadi botak, kalo kepala dicukur jadi batok .. eh salah ya?
Selamat berpuasa sambil mengurut kelapa.
Dituliskan oleh
Yasin bin Malenggang
untuk rubrik
#Spinmotion
di Vemale Dotcom
Lebih dekat dengan
Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion)
di http://spinmotion.org/
Vemale.com -Kamis, 16 Juni 2016 10:02 - Sebut saja namanya Waluyo. Pria 35 tahun penjual bubur ayam, soto dan lontong sayur di Timur Pasar Kota Gede, Jogja. Langganan kami sebagai 'peziarah nasi dari warung ke warung'. Bukan karena kami hobi kuliner atau menjaga gengsi, namun karena kondisi. Duda bersama dua anak kecilnya, mana bisa menjalani hari - hari tanpa bergantung pada warung makan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi anak - anaknya. Kecuali, si duda adalah lulusan Chef Academy, atau murid dari chef ternama dengan lengan bertattoo.
"Saya, juga anak 'broken home' korban perceraian kok" Waluyo melanjutkan kalimatnya sembari memotong - montong lontong pesanan kami. "Ibu dan bapak saya bercerai waktu saya berumur 3 tahun, lalu mereka masing - masing menikah kembali dan beranak lagi. Sedang saya dititipkan 'simbah' saya di kampung."
"Lho apa, salah satu dari bapak atau ibu 'sampeyan' tak mau merawat?" tanyaku agak penasaran.
"Waktu itu nyatanya tidak, Pak. Walau saat saya sudah berumur seperti anak sampeyan , justru mereka datang lagi berebutan untuk mengambil saya dari simbah." katanya sambil menunjuk Tyo, anak kedua saya yang berumur 7 tahun. " Simbah saya bersikeras, tidak mau memberikan saya kepada salah satu di antara mereka. Namun memperbolehkan mereka bergantian menjenguk saya atau membawa saya selama libur sekolah saja. Bergiliran."
Bergiliran? Seperti piala, batin saya .
Anak - anak korban perceraian atau broken home , memang seringkali menjadi obyek, tak pernah menjadi menjadi subyek. Menjadi korban dan bukan pelaku. Malah kadang disalahkan dan disesali keberadaannya, hingga akhirnya mereka malah disingkirkan. Waluyo adalah salah satu contohnya.
Indonesia, berbeda dengan Amerika, yang tidak mengatur hak asuh anak broken home secara jelas dan tegas . Baik secara sendiri ataupun secara bersama - sama secara pasti dengan syarat yang detil dan terperinci. Pemerintah melalui pengadilan perceraian di negeri ini, seringkali hanya 'menyerahkan' kebijakan pengurusan anak kepada kedua belah pihak yang bercerai untuk dimusyawarahkan dan disepakati. Dan seringkali pula kedua belah pihak gagal menemukan permufakatan atas pengasuhan anaknya yang secara ikhlas disepakati. Jadilah anak - anak korban perceraian mengalami nasib yang terkatung - katung dan tak pasti.
Untung Waluyo masih punya simbah yang mau mengasuh, menggantikan tanggung jawab kedua orang tuanya yang bercerai dan mengiklaskan nasib dan masa depannya. Anak - anak korban perceraian adalah seperti kita juga, seorang manusia. Harusnya kita bisa berempati pada mereka. Cobalah berandai - andai sebagai Waluyo. Anak-anak seperti Waluyo, telah menjadi semacam komoditas atau lebih menterengnya lagi, dianggap sebagai piala. Diberikan kepada 'pemenang' secara fair ataupun berat sebelah, diperebutkan secara paksa, atau ditinggalkan begitu saja.
Tak heran, seorang pakar jiwa pernah berkata, anak - anak seperti ini memiliki peluang lima kali lipat lebih besar untuk mengalami gangguan jiwa dan permasalahan psikologis yang terbawa sampai dewasa. 5 kali lipat lebih mungkin terjadi bila dibandingkan peluang yang sama pada anak - anak lain yang hidup normal tanpa perceraian orang tuanya. Dan berikut kalimat Waluyo mengakhiri kisahnya di Selasa siang ini:
"Saya akhirnya jadi belajar untuk tidak pernah berharap pada siapapun, Pak. Termasuk untuk berharap pada bapak ibu kandung saya sendiri."
Saya diam. Tapi saya melihat, ada kilat kemarahan di kedua matanya. Kilat kemarahan anak yang dianggap sebagai komoditas, atau lebih menterengnya dianggap sebagai piala bergilir.
Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom
Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/
Vemale.com - Di era multimedia digital, teknologi informasi dan telekomunikasi yang marak diterapkan di kehidupan nyata maupun di dunia maya, membuat tugas orang tua bukannya semakin gampang, justru semakin berlipat ganda. Apabila dikaitkan dengan tugas mengasuh, membesarkan dan mendidik anak - anaknya agar menjadi manusia dewasa yang seutuhnya. Waktu yang terbatas dengan tugas dan kewajiban yang seolah tak pernah tuntas, dipersempit lagi dengan keharusan untuk memonitor arus informasi dari berbagai media yang setiap saat menyerbu anak - anaknya dari berbagai penjuru.
Terkadang karena begitu derasnya arus informasi yang memasuki alam pikiran anak - anaknya, orang tua harus ternganga - nganga tak percaya saat menyaksikannya, lalu tunggang langgang kewalahan mencoba mengejar ketinggalannya. Bahkan acapkali kecolongan, karena informasi yang didapatkan anak - anaknya dari dunia di luar sana, mengandung dampak yang melekat dan pengaruh yang kuat dalam merubah cara berpikir dan berperilaku anak - anaknya.
Bak serbuan para pembajak, perompak atau sejenisnya, informasi beserta pengaruhnya hadir silih berganti setiap hari. Tanpa filter atau penyaring, informasi akan tercurah bebas masuk ke dalam pikiran anak - anak dan kemudian mengendap lekat sulit untuk dihapus sekalipun disikat dengan kuat. Tanpa penjelasan, penjernihan dan pencerahan, informasi dari berbagai media akan mengeruhkan jiwa bening anak - anak yang masih murni bak air jernih yang belum ternodai.
Adalah beragam gadget berteknologi tinggi yang hadir memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk membuka jendela dunia, melongok dan melihat warna - warni dunia yang terkadang tak seindah warna aslinya atau terkadang justru menghadirkan horor dan mimpi buruk akan sisi gelap yang lain dari diri manusia. Adalah dunia maya dan jejaring sosial yang terkadang justru berisi ujaran - ujaran, tayangan - tayangan yang anti sosial dan malah sengaja menyesatkan lalu menjerumuskan manusia ke jurang kehancuran yang terjal. Merekalah para 'perompak' dan 'pembajak' jiwa - jiwa anak - anak, yang mengambil keseluruhan demi keuntungan sendiri tanpa sedikitpun empati. Yang penting traffic tinggi, pengakses banyak dan syukur - syukur kemudian selalu diikuti, selalu dituruti. Jadilah anak - anak yang masih belia menjadi pengekor, pengikut atau 'copy-cat' yang loyal melebihi loyalitasnya kepada orang tua sendiri. Online games, pornografi, prostitusi, judi, fraud, paham dan aliran sesat, oportunis, hedonis dan banyak lagi jenis - jenis perompak dan pembajak yang berkeliaran mencari jiwa - jiwa untuk dirampas, tak peduli jiwa anak - anak. Jadilah anak - anak di masa belianya terbajak, terrampok dan terompak dari rumahnya sendiri. Rumah yang kebetulan hanya memiliki seorang orang tua yang sedang kebingungan mengatur waktu dalam tugas yang dilakoninya sendiri.
SPINMOTION (Single Parents Indonesia in Motion) merasa perlu untuk mengingatkan kepada para orang tua pada umumnya, untuk tak lengah dan selalu waspada mendampingi dan mengawal anak - anaknya setiap hari. Persempit peluang informasi sesat dan menyesatkan dengan berbagai cara dan antisipasi. Mainkan peran investigasi, persuasi dan negosiasi masalah bak seorang polisi. Juga tetap jadikian diri di mata anak - anak sebagai tujuan utama pertanyaan, sumber jawaban, tempat untuk mengklarifikasi dan sumber inspirasi. Jangan mau peran anda sebagai panutan selalu digantikan dan dikalahkan oleh 'search engine' yang belum tentu tepat dan bijak dalam memberikan informasi. Dan jangan mudah terlena oleh 'air yang tenang di permukaan', yang ditampilkan oleh anak - anak saat ber'asyik - masyuk' dengan dunianya kecilnya bersama gadgetnya sendiri - sendiri. Justru kemungkinan besar di dasarnya, sedang bergejolak pusaran air yang sedang menunggu ditumpahkan. Dilampiaskan.
Walau begitu berat tugas yang harus diemban setiap harinya, bukan berarti harus menyerah kalah pada lelah, sibuk dan repot serta menyerahkan tugas mendidik dan mendewasakan anak kepada dunia maya dan jejaring sosial serta teknologi informasi. Dimana para 'nabi', para 'dewa' bercampur aduk dengan para perompak, pembajak dan pencuri jiwa - jiwa manusia, khususnya jiwa anak - anak. Kuncinya pada atensi dan empati. Selalu penuh perhatian memandang manusia sebagai manusia lalu memanusiakan mereka seolah anda ingin juga diperlakukan sedemikian rupa. Dan walaupun masih anak - anak, merekapun juga manusia seperti kita.
I am not saying that it's gonna be easy. But difficulty is just a matter of 'want' or 'don't want' never 'can' or 'can't'.[endpuisi
Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang
untuk rubrik #Spinmotion
di Vemale Dotcom
Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion)
di http://spinmotion.org/
Vemale.com
- Kembali sedikit mengulik tentang dunia rumah tangga dan permasalahannya, akhir-akhir ini semakin banyak saja terdengar problema rumah tangga yang diangkat di berbagai media. Utamanya adalah rumah tangga para publik figur dan orang ternama. Dan salah satu problem terbanyak yang mendera adalah perceraian yang terjadi dalam rumah tangga mereka.
Sudah menjadi hal yang wajar dewasa ini, perceraian menjadi bahasan. Diberitakan, disebarluaskan dan ditularkan. Menular? Bisa jadi argumentatif dan banyak bantahan. Masing-masing kita punya pendapat sendiri berdasar berbagai macam kajian.
Tapi silakan simak satu pendapat seorang ahli di bidang psikologi. Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang bercerai akan memiliki kecenderungan untuk lebih mudah melakukan yang sama saat menjalani perkawinannya nanti. Karena mereka telah belajar dan memahami bahwa ternyata 'tak ada cinta tanpa syarat' dalam hubungan suami istri. Karena mereka sudah merasakan, sekalipun ada mereka, tidak ada yang bisa menghalangi keinginan bercerai bapak ibunya yang sudah diyakini. Dan ini terbawa hingga dewasa nanti.
Tapi silakan simak data yang diterbitkan dari lembaga pemerintahan dan instansi resmi, paling tidak dari BKKBN dan Kemenag RI ini. Yang menyebutkan bahwa jumlah perceraian semakin banyak dari hari ke hari. Mengejutkannya lagi, kini mencapai 1000 kasus perceraian per hari. Bahkan secara statistik, grafiknya menaik dan semakin meninggi. Dan predikat 'Darurat Perceraian', konon sudah dimaklumatkan untuk kondisi negeri ini.
Namun apa yang didapati untuk memulai lagi hubungan baru tidaklah mudah bahkan rumit dan komplikatif. Karena trauma, karena pengalaman, membuatnya menyusun syarat dan ketentuan yang wajib untuk dipenuhi calon keduanya, dan dilakukan secara selektif. Karena sadar, perceraian sebelumnya telah menimbulkan dampak bagi dirinya secara permanen dan kompulsif. Apalagi jika dirinya harus membawa anak-anak sebagai bagian paket perkawinan yang harus diterima pasangan baru sebagai syarat yang definitif.
Dan jika melihat data statistik kembali. Lebih banyak 'alumni perceraian' yang memilih untuk menjadi jomblo abadi. Karena kesulitan meyakinkan diri atas hubungan selanjutnya yang akan lebih baik dan akan sesuai dengan janji suci. Atau karena kekhawatiran konflik yang lebih besar dalam rumah tangganya nanti karena hadir di dalamnya status tiri. Karena lebih sayang pada anak-anaknya hingga mengorbankan ego dan kebutuhan diri sendiri.
Sendiri menjadi pilihan mudah, jika berdua hanya menimbulkan masalah, apalagi bertiga dalam satu wadah. Demikian keyakinan yang semakin membuncah, semakin mewabah. Janda dan duda ada di mana-mana dalam komposisi rasio 2 berbanding 8 dari jumlah rumah tangga Indonesia yang terus bertambah. Dan dalam rumah tangga para janda dan duda itu, ada lebih banyak lagi anak-anak yang dibesarkan dalam gundah dalam masalah. Diakui atau tidak, mereka adalah bagian dari masa depan negeri ini yang semakin hari semakin tak tentu arah karena kompas yang dipegang pun selalu diganti dan selalu diubah.
Dan jika cerai tak disuka oleh Tuhan, akankah Tuhan jadi benci pada negeri ini? Mari cari jawabannya untuk keyakinan diri sendiri dan sekedar introspeksi.
Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang
untuk rubrik #Spinmotion
di Vemale Dotcom
Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion)
di http://spinmotion.org/